Friday, February 15

Permentasi

Cara Memperoleh Bibit Acetobacter xylinum dari Ampas Nenas
Kalau bakteri Acetobacter xylinum sulit diperoleh, maka ampas nenas dapat juga digunakan untuk memperoleh Acetobacter xylinum.
1.Buah nenas matang, dikupas dan dicuci bersih. Kemudian dibelah dan dipotong- potong kecil. Potongan-potongan ini dihancurkan dengan alat penghancur.
2.Hancuran nenas diperas sampai sari buahnya habis. Ampasnya dicampur dengan air dan gula pasir dengan perbandingan 6 : 3 : 1. Campuran ini diaduk merata dan dimasukkan kedalam botol jar, ditutup dengan kertas, dan diperam selama 2-3 minggu (sampai terbentuk lapisan putih diatasnya).
3.Larutan yang diperoleh selanjutnya digunakan sebagai bahan penginokulasi pembuatan nata de coco.
Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.
Cuka Kulit Pisang
Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan tanaman asli daerah Asia Tenggara termasuk Indonesia. Berdasarkan pemanfaatannya, pisang dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: (1) Pisang meja yaitu buah pisang yang dapat langsung dimakan tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan umumnya disediakan sebagai buah segar, contoh: pisang ambon putih, pisang ambon lumut, pisang raja, pisang susu dan lain-lain; dan (2) Pisang olah, yaitu buah pisang baru dapat dimakan setelah terlebih dahulu diolah (direbus, digoreng,dikukus, dipanggang), contoh: pisang tanduk, pisang kapas, pisang nangka, dan lain-lain.
Sebagian besar konsumen setelah makan buah pisang lalu membuang kulitnya begitu saja, bahkan dianggap sampah. Padahal dari kulit buah pisang tersebut dapat diolah menjadi cuka pisang, karena kulit pisang masih mengandung karbohidrat sekitar 18,5%.
Penjelasan cara pembuatannya adalah sebagai berikut:
1. Pemotongan
2. Perebusan
3. Penyaringan I
4. Pendinginan
5. Penyaringan II
6. Pendidihan
7. Pembotolan
Kulit pisang dipotong atau dicacah. Potongan-potongan kulit pisang direbus dengan air sebanyak 150 liter. Setelah direbus, laludisaring dengan kain saring dalam stoples. Dari 100 kg kulit pisang yang telah direbus dengan 150 liter air kini menjadi: (a) cairan kulit pisang +135 liter, (b) sisa bahan padat112,5 kg, dan (c) bagian yang hilang 7,5 kg. Kemudian pada cairan kulit pisang ditambahkan 120 gr ammonium sulfit dan 20 kg gula pasir. Didinginkan kemudian tambahkan ragi roti (Saccharomices cerevisiae) sebanyak 0,5 kg Biarkan fermentasi berlangsung selama 1 minggu. Hasil fermentasi cairan kulit pisang disaring lagi. Dari 135 liter cairan kulit pisang setelah difermentasi dan disaring menjadi 130 liter larutan beralkohol dan5 liter produk yang tidak terpakai. Pada larutan beralkohol ditambahkan induk cuka (Acetobacter aceti) sebanyak 25 liter, lalu biarkan fermentasi berlangsung selama 3 minggu. Hasil fermentasi larutan beralkohol dididihkan (pasteurisasi)
Manfaat cuka kulit pisang adalah sebagai penyedap rasa asam pada acar, bakso, dan lain sebagainya atau digunakan pada proses pencucian ikan-ikan laut untuk menghilangkan bau amis.
Ciri-ciri cuka kulit pisang berkualitas baik adalah:
1. Warna keabu-abuan.
2. Kenampakan sedikit berselaput, tidak ada endapan.
3. Aroma bau dan rasa asam yang khas.
4. Konsentrasi asam 3,8% - 4,7%.
Setelah dididihkan dan masih dalam keadaan panas, cuka pisang dimasukkan kedalam botol plastik. Lalu segera ditutup dan disimpan dalam temperatur kamar. Dari 100 kg bahan baku kulit pisang akan dihasilkan cuka pisang sebanyak 120 liter, sedangkan endapan (bagian yang hilang) sebanyak 33 liter. Biasanya pemasaran cuka pisang dikemas dalam botol plastik berukuran 80 ml, sehingga kini kita memiliki 1.500 botol cuka pisang yang siap dijual.
Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.
Cara Pembuatan Nata de Coco
Tahap pertama yang dilakukan pada proses pembuatan Nata de Coco alah penyaringan air kelapa dengan kain penyaring untuk membebaskannya dari kotoran-kotorang yang tidak diinginkan. Kemudian dilakukan pemanasan sampai mendidih, yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang mungkin akan mencemari produk yang akan dihasilkan. Dalam pemanasan ini ditambahkan 7,5% gula dari volume air kelapa (75 g gula untuk 1 liter kelapa). Pendinginan dilakukan pada suhu kamar. Setelah dingin, ditempatkan dalam wadah steril, tingkat keasamannya diatur dengan menambahkan asam cuka sampai pH 4-5. Kemudian dilakukan penambahan bakteri starter dan diinkubasi (diperam) selama 2 minggu. Pada pemeraman ini, wadah ditutup rapat dengan plastik. Suhu pemeraman terbaik adalah 30oC. Air kelapa akan menggumpal, menghasilkan nata de coco yang telah siap untuk dipanen. Selanjutnya dipotong kecil-kecil berbentuk kubus. Potongan-potongan nata de coco ditiriskan, kemudian direndam dalam air bersih selama 2-3 hari, untuk menghilangkan asmnya. Setiap hari, air perendam diganti dengan yang baru. Bila pada hari ketiga nata de coco masih terasa asam, maka perlu dilakukan pemasakan/dididihkan kembali selama 10 menit dan segera tiriskan. Untuk memaniskan nata de coco dan memperpanjang umur simpannya, maka potongan-potongan nata harus direndam dalam larutan gula yang dibuat dengan cara melarutkan 600 g gula ke dalam 1,5 liter air, kemudian dipanaskan sampai semua gulanya melarut. Kedalam larutan gula ini, dapat juga ditambahkan natrium benzoat sebanyak 100 mg untuk setiap kilogram nata yang terbentuk. Nata dapat direndam selama 1 malam supaya gula dan bahan pengawet meresap kedalamnya. Untuk mendapatkan aroma yang lebih memikat dapat juga ditambahkan dengan esens secukupnya ke dalam larutan gula. Nata kemudian dimasukkan ke dalam botol-botol jar atau bungkus dengan plastik, perbandingan antara nata de coco dan cairan adalah 3 : 1.
Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.

Cara Pembuatan Biakan Murni Acetobacter Xylinum
Biakan murni bakteri Acetobacter xylinum dapat diperoleh di Balai-balai Penelitian Kimia. Biakan murni ini kemudian ditumbuhkan dalam suatu media. Dari media ini nantinya akan diperoleh biakan starter yang dapat digunakan untuk mengokulasi air kelapa. Beberapa komponen ini adalah yang harus dibeli di toko-toko kimia, karena tidak dijual bebas di pasaran.
Salah satu media untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum adalah Yeast Extract Agar. Media ini dibuat dari:
Yeast extract agar 0,2504 g
K2HPO4/KH2PO4 0,50/0,3908 g
MgSO4 0,0640 g
Gula pasir/sakarosa 10 g
Agar-agar 2 g
Air Kelapa 100 ml Cara Pembuatan:
1. Komponen-komponen di atas ditimbang dan dicampur, kemudian diencerkan dengan air yang bersih. Untuk mempercepat larutnya bahan-bahan tersebut, perlu dilakukan pemanasan.
2. Kemudian larutan didinginkan dan ditambah asam cuka sampai pH mencapai 4,5. Selanjutnya disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC, tekalan 15 lbs selama 15 menit. Kalau alat ini tidak tersedia, dapat pula diganti dengan alat lainnya (misalnya dandang). Dalam keadaan masih panas dimasukkan ke dalam botol (tabung reaksi) steril dan didiamkan miring sampai beku. Media beku ini disebut media agar miring.
3. Diinokulasi dengan biakan murni bakteri Acetobacter xylinum. Jumlah yang digunakan sekitar dua mata ose (dawai), yaitu dengan cara menggoreskannya diatas permukaan media secara berliku-liku (zig-zag). Kemudian dibiarkan pada suhu kamar selama 5 hari. Setelah itu bakteri akan tumbuh diatas permukaan media agar. Supaya tetap hidup, biakan murni Acetobacter xylinum harus dipindahkan setiap 1 bulan sekali ke dalam media yeast extract agar yang baru, dengan cara seperti di atas.
Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.
Nata de Coco
Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di Indonesia banyak ditumbuhi pohon kelapa. Keindahan jajaran pohon kelapa (nyiur) ini sering dilukiskan dalam untaian kata maupun lagu. Kelapa memberikan banyak hasil bagi manusia, misalnya produk kopra yang selanjutnya diolah menjadi minyak. Pada pembuatan kopra, kelapa dibelah dan dijemur. Sedangkan airnya terbuang percuma sebagai limbah, yang dapat mencemari lingkungan terutama yang berhubungan dengan kesuburan tanah. Atih (1979) melaporkan bahwa air kelapa yang dihasilkan di Indonesia mencapai lebih dari 900 juta liter per tahun.
Laun halnya di negara Philipina. Di negara itu, air kelapa telah berhasil diolah menjadi suatu produk komersial yang sangat populer dengan naman Nata de Coco. Di Indonesia produk ini mulai beredar tahun 1981. Hingga kini produk ini sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.
Nata de coco merupakan jenis makanan hasil fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum. Makanan ini berbentuk padat, kokoh, kuat, putih, transparan, dan kenyal dengan rasa mirip kolang-kaling. Produk ini banyak digunakan sebagi pencampur es krim, coktail buah, sirup, dan makanan ringan lainnya.
Nilai gizi makanan ini sangat rendah sekali, kandungan terbesarnya adalah air yang mencapai 98%. Karena itu, produk ini dapat dipakai sebagai sumber makan rendah energi untuk keperluan diet. Nata de coco juga mengandung serat (dietary fiber) yang sangat dibutuhkan tubuh dalam proses fisiologi. Konon, produk ini dapat membantu penderita diabetes dan memperlancar proses pencernaan dalam tubuh.
Proses pembuatan Nata de coco terdiri dari 2 tahap , yaitu tahap pembuatan starter (biakan murni) Acetobacter xylinum dan tahap fermentasi.
Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.
Proses Pembuatan Yogurt Skala Rumah Tangga
Pada dasarnya proses pembuatan yogurt skala rumah tangga terdiri dari lima tahap :
Tahap I Perlakuan Pemanasan
Tahap II Inokulasi
Tahap III Inkubasi
Tahap IV Pendinginan/ refrigerasi
Tahap V Penambahan Cita rasa
*) Sebagai starter dapat digunakan yogurt polos produksi sebelumnya, namun apabila starter sudah dipakai berulang kali akan menyebabkan waktu inkubasi makin lama. Disarankan untuk selalu memakai starter “segar” yang masih aktif.
Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.
Yogurt
Yogurt adalah salah satu produk fermentasi susu yang dibuat dengan menambahkan starter yang terdiri dari dua jenis bakteri yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Kedua jenis bakteri ini merombak laktosa atau gula susu menjadi asam laktat, yang selain memberi cita rasa khas pada yogurt, juga bersifat sebagai pengawet.
Yogurt merupakan sumber yang baik untuk protein, fosfor, kalsium, magnesium, dan kalori, tetapi tidak mangandung cukup banyak vitamin C dan zat besi. Proses pembuatan yogurt sudah dikenal sejak 4000 tahun yang lalu bahkan mungkin dimulai saat manusia mulai mendomestikasi sapi, biri-biri, dan kambing. Ketrampilan ini diwariskan turun menurun dan baru beberapa dasawarsa terakhir berkembang menjadi suatu teknologi selaras dengan kemajuan dalam bidang mikrobiologi, enzimologi, fisika, keteknikan, kimia, dan biokimia. Sekalipun demikian proses pembuatan yogurt berdasarkan standar teknologi industri mutakhir tetap merupakan suatu kombinasi dari seni dan ilmu pengetahuan.
Dalam pembuatan yogurt, starter/inokulum yang digunakan sangat berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan antara lain pembentukan asam dan zat-zat cita rasa serta karakteristik-karakteristik lainnya. Untuk memahami betul prinsip-prinsip pembuatan yogurt perlu dipahami tahap-tahap proses dan pengaruhnya terhadap kualitas produk yang dihasilkan.
Pada metode pembuatan yogurt secara tradisional ada beberapa masalah yaitu:
1. Penggunaan starter yang sama secara terus menerus dapat mengubah rasio antara populasi Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus sehingga akhirnya terjadi mutasi pada turunan ke 15 sampai 20.
2. Suhu inkubasi yang rendah (suhu ruang) mengakibatkan laju sintesis asam yang lambat (lebih dari 18 jam) sedangkan inkubasi pada suhu optimum 40OC-45oC hanya memerlukan 2.5-3 jam.
3. Dampak negatif dari laju pembentukan asam yang lambat berupa antara lain sineresis serum susu (whey) yang menyebabkan kualitas yogurt tidak begitu baik.
4. Kandungan asam laktat yang dihasilkan selama fase fermentasi tidak dapat dikendalikan.
Walaupun metode tradisional memiliki berbagai masalah namun pada dasarnya metode pembuatan yogurt mutakhir di industri pangan dikembangkan dari metode tradisional tersebut. Modifikasi yang dimasukkan adalah sebagai berikut:
1.Penggunaan starter yogurt murni yang dapat diperoleh dari perusahaan-perusahaan yang memproduksi starter yogurt, bank starter atau lembaga-lembaga penelitian.
2. Pembiakan starter murni tersebut diatas, di perusahaan pembuatan yogurt dalam kondisi aseptis dan menggunakan susu steril.
3. Pengendalian suhu inkubasi sehingga laju sintesis asam laktat dan lama inkubasi dapat diprediksi sebelumnya.
4. Pendinginan yogurt pada kadar asam yang dikehendaki dapat dilakukan dengan cepat sehingga kualitas yogurt yang dihasilkan lebih seragam.
5. Pengendalian proses dengan mudah oleh operator-operator semi terampil karena menggunakan metode analisis instrumen untuk memantau proses fermentasi.
Pembuatan yogurt dapat dilakukan dengan skala produksi harian yang berbeda-beda yaitu:
1. Skala usaha kecil/rumah tangga.
2. Skala usaha menegah yang memproduksi beberapa ratus liter yogurt per hari.
3. Skala usaha besar yang memproduksi beberapa ribu liter togurt per hari.
Skala produksi berpengaruh terhadap tipe yogurt yang dihasilkan, peralatan dan mesin-mesin pengolahan yang dipakai maupun tingkat adopsi teknologi yang diperlukan.
Pembuatan yogurt dalam skala kecil dapat dilakukan dengan mudah dengan menggunakan peralatan dapur, serta dengan pemahaman mendasar tentang proses fermentasi, khususnya perlunya perlakuan pemanasan susu dan pentingnya melakukan inkubasi pada suhu tertentu. Keuntungan dari membuat sendiri yogurt di rumah adalah:
1. Tipe susu yang digunakan dapat disesuaikan dengan keinginan antara lain susu segar, susu segar pasteurisasi, susu segar UHT, susu bubuk fullkrim, atau susu bubuk skim. Selain susu sapi dapat juga menggunakan susu biri-biri, kambing, kuda, kerbau, dan sebagainya.
2. Yogurt yang dihasilkan tidak usah ditambahi bahan aditif seperti bahan penstabil, pengemulsi, ataupun pengawet seperti umum dilakukan pada yogurt komersial.
3. Tingkat keasaman dan kekentalan yogurt yang dihasilkan dapat diatur sesuai selera.
4. Yogurt yang dihasilkan tidak perlu dipasteurisasi atau disterilisasi sehingga bakteri yogurt yang dikonsumsi masih hidup dengan segala khasiatnya bagi kesehatan.
Starter yogurt terdiri dari dua jenis bakteri yaitu Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus dalam perbandingan 1 : 1, kedua jenis bakteri hidup dalam simbiosis dan untuk memperoleh produksi asam yang cepat perbandingan ini harus tetap dipertahankan.
Rasio antara Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus dapat dipertahankan dengan mengatur suhu inkubasi dan persentase inokulum Streptococcus thermophilus menyukai suhu 40oC sedangkan Lactobacillus bulgaricus menyukai suhu lebih tinggi dan waktu inkubasi yang lebih lama. Bila persentase inokulum diturunkan maka diperlukan waktu inkubasi lebih lama.
Starter dapat diperoleh dari:
1. Yogurt komersial polos yang tidak dipasteurisasi.
2. Yogurt buatan sendiri, baiknya yang dibuat sendiri sebelumnya.
3. Yogurt starter kering beku (berbentuk serbuk). Tipe ini diperdagangkan dalam sachet berisi 10 g. Tipe starter ini tahan lama yaitu 6 bulan sampai 2 tahun.
Untuk starter tipe (1) dan (2) di atas dapat langsung dipakai untuk membuat yogurt ataupun dikembangbiakkan terlebih dahulu, tetapi untuk tipe (3) harus dikembangbiakkan dulu. Mengembangbiakkan starter sebaiknya dilakukan secara aseptis agar starter tidak cepat mengalami degenerasi. Starter kering beku umumnya dapat dipakai sampai 15-20 turunan. Pengembangbiakan dapat juga dengan menggunakan metode pembuatan yogurt namun akibatnya starter akan lebih cepat mengalami degenerasi. Uraian di bawah ini adalah metode pengembangbiakan starter dengan cara steril.
Alat-alat yang diperlukan untuk pengembangbiakan starter secara aseptis antara lain:
1. Botol dengan titip bersekrup untuk menyimpan susu.
2. Panci susu bertutup untuk memasak susu.
3. Alas/pengganjal berupa rak segitiga atau kain serbet yang akan ditempatkan di dasar panci.
4. Nyala api, dari bunsen, pompa alkohol, atau lilin.
5. Lemari es.
6. Inkubator, botol termos bermulut lebar, kotak stiroporm, atau kotak kayu dengan lampu 40 watt.
7. Termometer (0oC – 100oC).
Sedangkan bahan-bahan yang diperlukan antara lain:
1. 1 liter susu.
2. 5 g kultur murni starter yogurt kering beku atau 45 ml (3 sendok makan) yogurt polos.
Adapun prosedur pengembangbiakan starter antara lain:
1. Cuci semua peralatan dengan larutan detergen, kemudian basuh berulang kali sampai bersih betul, karena sisa-sisa detergen yang melekat pada peralatan dapat membunuh inokulum.
2. Sterilkan semua peralatan rumah tangga atau wadah yang akan dipakai dengan cara mengisinya dengan air mendidih atau dengan jalan mengeringkannya dalam oven pada suhu 170oC selama 1 jam.
3. Didihkan susunya dan kemudian dinginkan sedikit, baru tuangkan kedalam botol-botol steril hingga hampir penuh. Tutup botol-botol tersebut dengan tutup bersekrup, lalu buka kembali setengah putaran.
4. Letakkan botol-botol berisi susu didalam panci yang terlebih dahulu telah diberi alas berupa rak segitiga atau tumpukan kain serbet (Gambar 32). Isi panci tersebut dengan air hingga batas permukaan susu dalam botol, lalu pasangkan tutupnya. Selanjutnya didihkan susu dengan menggunakan api kecil selama 1-2 jam. Selama proses itu, susu tidak boleh menggumpal atau berubah menjadi berwarna kecoklatan. Bila dalam proses tersebut susunya menggumpal, buanglah dan ganti dengan susu baru. Bila dalam proses tersebut berubah warna menjadi kecoklat-coklatan maka lain kali gunakanlah api yang lebih kecil lagi.
5. Dinginkan susu dalam botol itu secara perlahan-lahan, yaitu dengan cara mengangin-anginkannya (perhatikan: jangan dinginkan susu tersebut secara cepat, misalnya dengan memakai es). Setelah dingin, kencangkan tutupnya dan simpan dalam lemari es sampai saat akan dipakai. Biasanya susu akan tahan kira-kira 5 hari.
6. Inokulasi susu dengan starter
Kumpulkan botol berisi susu yang akan diinokulasi serta botol berisi starter. Nyalapan api (lampu alkohol, bunsen, dan sebagainya) untuk mensterilkan udara sekelilingnya.
Buka tutup dari botol-botol tersebut (ingat jangan sampai menyentuh bagian dalam dari tutup-tutup tersebut).
7. Masukkan leler-leher botol tersebut kedalam nyala api, lalu tuangkan sejumlah starter kedalam botol susu (perhatikan peraturan pemakaian yang diberikan oleh laboratorium penghasil inokulum tersebut). Usahakanlah agar pada saat menuangkan inokulum kedalam botol susu, kedua botol tersebut didekatkan pada nyala api. Tutuplah kedua botol tersebut, lalu botol berisi susu yang akan diinokulasi dikocok agar starter tercampur merata dalam susunya. Bila menggunakan inokulum berupa yogurt komersial, gunakanlah 15-30 ml (1-2 sendok makan) per liter susu. Sedangkan untuk starter kering beku umumnya 5 g untuk tiap liter susu.
8. Inkubasikan botol-botol berisi susu yang telah diinokulasi itu pada 45oC selama 3-4 jam. Hal ini dapat dilakukan dengan salah satu cara berikut:
Dengan menyimpan botol-botol itu dalam inkubator yang disetel pada 45oC.
Dengan menyimpan botol susu didalam air hangat bersuhu 46oC selama 10 menit (bila perlu panaskan kembali airnya) sampai temperatur susunya mencapai 46oC. Selanjutnya pindahkan botol-botol susu itu kedalm termos berleher besar, dan tuangkan air bersuhu 46oC tadi kesekelilingnya. Tutup termosnya dan diamkan selama 3-4 jam. Sebagai ganti termos dapat juga dipakai kotak stiroform atau kotak kayu berlampu listrik.
9. Setelah 3 jam periksa apakah isi botol telah mengkoagulasi. Bila sudah mengkoagulasi, keluarkan dari termos, keringkan dengan lap dan simpan segera dalam lemari es. Bila susu masih tetap cair, panaskan kembali botol berisi susu tersebut hingga 46oC dan simpan lagi dalam termos. Air dalam termos juga harus memiliki suhu 46oC. Selanjutnya jika ternyata sudah 6 jam masih juga cair, buangkah susu tersebut dan ulangi dengan menggunakan starter baru.
Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.
Tape Ubi Jalar
Prinsip pembuatan ubi jalar (baik pembuatan starter maupun pembuatan tape) sama dengan pembuatan tape ketan dan tape ubi kayu. Keuntungan yang dimiliki ubi jalar dibandingkan dengan ubi kayu adalah daging umbi yang berwarna putih, krem, merah muda, kekuningan, dan jingga tergantung dari jenis umbi yang digunakan (Gambar 27). Warna daging umbi ini akan memberikan warna tape ubi jalar yang lebih menarik dibandingkan dengan tape ubi kayu yang hanya berwarna putih.
Proses pembuatan tape ubi jalar didasarkan pada cara pembuatan tape singkong. Pembuatan tape ubi jalar dilakukan dengan cara mengupas dan mencuci bersih ubi jalar yang kemudian dipotong-potong. Selanjutnya ubi direndam dalam larutan kalsium karbonat selama kurang lebih 15 menit untuk mendapatkan ubi yang agak keras tetapi dengan tekstur yang gembur. Setelah direndam ubi dicuci lagi sampai bersih lalu ditiriskan kemudian dikukus sampai setengah matang, ditandai dengan melunaknya bagian luar ubi sementara bagian dalam masih agak keras. Ubi jalar setengah matang diletakkan pada tampah dan didinginkan. Ragi tape yang telah dihaluskan disebarkan merata diatas ubi jalar (Rukmana, 1997). Ubi jalar yang sudah diinokulasi dimasukkan kedalam wadah yang tertutup tetapi terdapat ventilasi yang memungkinkan masuknya udara, kemudian di inkubasi selama 2-3 hari pada suhu 28-30oC.
Tape ubi jalar mempunyai tekstur yang sangat lembut yang kadang-kadang kurang disukai oleh sebagian orang. Menurut Lingga, dkk (1992), untuk mendapatkan tekstur ubi jalar yang agak keras tetapi gembur dan tidak hancur selama pengukusan, perlu dilakukan perendaman dalam larutan kalsium karbonat (CaCO3) sebanyak 200 ppm selama kurang lebih 15 menit.
Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.
Tape Ubi Kayu

Tape adalah suatu produk fermentasi dari bahan-bahan sumber pati, seperti ubi kayu, ubi jalar, dan ketan; dengan melibatkan ragi dalam proses pembuatannya. Dalam proses pembuatan tape diharapkan kandungan asam sianida yang beracun akan menurun.
Prinsip pembuatan tape ketan sama dengan pembuatan tape beras ketan yaitu pembuatan starter (sudah dibahas pada bab pembuatan tape ketan) dan pembuatan tape.
Cara pembuatan tape ubi kayu yang dilakukan oleh masyarakat umumnya adalah sebagai berikut: ubi kayu dikupas, dicuci bersih, dan dikukus selama + 30 menit dan setelah dingin ditaburi dengan bubuk ragi sebanyak 1 gram untuk setiap kilogram ubi kayu.
Fermentasi dilakukan pada keranjang bambu yang diberi alas daun pisang dan dilakukan pada suhu ruang selama 2 hari. Selain menggunakan wadah keranjang bambu, fermentasi dapat dilakukan dengan menggantung tape pada para-para yang dikenal sebagai tape gantung.
Lama pengukusan dan lama fermentasi sangat dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat setempat. Di Jawa Tengah, tekstur tape yang sangat disukai adalah tape yang agak lembek dan di Jawa Barat lebih disukai tape yang kering dan agak keras. Skema pembuatan ubi kayu dapat dilihat pada Gambar 25.
Cita rasa tape ubi kayu yang manis dan sedikit asam dibentuk melalui serangkaian proses. Mula-mula pati dalam ubi kayu dipecah oleh enzim menjadi dextrin dan gula-gula sederhana. Gula-gula yang terbentuk ini selanjutnya dihidrolisis menjadi alkohol. Pada fermentasi yang lebih lanjut, alkohol dioksidasi menjadi asam-asam organik. Asam-asam organik dari alkohol membentuk ester, yang merupakan pembektuk komponen cita rasa tape ubi kayu.
Kadar asam sianida (HCN) selama fermentasi juga dapat turun, yaitu setelah fermentasi berlangsung selama 3 hari setelah sebelumnya terjadi peningkatan. Peningkatan kadar HCN selama fermentasi dapat terjadi karena kandungan linamarin akan dipecah oleh enzim â-glukosidase dan hidroksinitrilliase yang dihasilkan oleh mikroba dari ragi yang ditambahkan selama fermentasi, sehingga dapat melepas HCN. HCN tersebut diduga akan berikatan dengan gugus karbonil dari heksosa yang dihasilkan oleh pemecahan pati dan membentuk siahidrin. Setelah itu, kadar HCN akan turun karena adanya aktivitas khamir yang memecah heksosa menjadi asam, sehingga heksosa tersebut tidak lagi berperan sebagai pengikat. Kemungkinan yang lain adalah adanya aktivitas enzim rhodanase dan mercaptopiruvat sulfur transferase yang akan merubah CN-menjadi SCN- .
Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.
Produk-Produk Fermentasi Umbi-Umbian
Umbi-umbian adalah bahan nabati yang diperoleh dari dalam tanah. Misalnya ubi kayu, ubi jalar, kentang, dan sebagainya. Pada umumnya umbi-umbian tersebut merupakan bahan sumber karbohidrat terutama pati.
Di Indonesia ubi kayu (singkong) merupakan makanan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Indonesia merupakan penghasil ubi kayu kedua terbesar di dunia, setelah Brazilia. Produksi ubi kayu rata-rata di Indonesia adalah 9,5 juta ton per ha per tahun, sedangkan produksi rata-rata dunia adalah 10,0 juta ton.
Di Indonesia dan daerah-daerah tropis lainnya, ubi kayu mempunyai arti ekonomi terpenting diantara jenis umbi-umbian lainnya, sebab selain dapat dikonsumsi langsung, umbinya dapat dijadikan tepung tapioka, gaplek, pelet, tape, dekstrin, lem, kerupuk, dan lain-lainnya. Tape ubi kayu sendiri dapat diolah lebih lanjut menjadi alkohol, sirup glukosa, sari tape, sirup fruktosa, asam cuka, tepung tape, dan sebaginya. Dari tepung tape selanjutnya bisa dihasilkan bahan pencampur roti, es krim, aneka kue, dan sebagainya.
Umbi ubi kayu mempunyai kulit yang terdiri dari dua lapis yaitu kulit luar dan kulit dalam. Daging umbi berwarna putih atau kuning, dibagian tengah umbi terdapat suatu jaringan yang tersusun dari serat. Antara kulit dalam dan daging umbi terdapat lapisan kambium. Adapun umbi ubi kayu terlihat pada Gambar 23.
Produksi ubi jalar di negara kita ini boleh dikatakan berlimpah, tetapi penggunaannya belum seluas ubi kayu (singkong). Ubi jalar umumnya masih dikonsumsi sebagai ubi jalar rebus, kolak, atau ubi bakar. Padahal, peranan ubi jalar sebagai sumber karbohidrat dan zat tenaga adalah sangat penting, yaitu hampir menyamai singkong. Kelebihan yang dimiliki ubi jalar ini (terutama yang berwarna merah) dibandingkan ubi-ubian lainnya seperti ganyong, kentang, singkong, suweg, talas, dan uwi adalah kandungan Vitamin A-nya yang sangat tinggi. Ubi jalar putih mengandung 60 SI vitamin A, sedangkan ubi jalar merah mengandung 7700 SI.
Kulit ubi jalar (Ipomoea batatas L.) relatif tipis dibandingkan dengan kulit pada ubi kayu. Warna daging umbi putih, kuning, jingga kemerah-merahan atau ungu. Warna kulit luar juga berbeda-beda biasanya putih kekuningan atau merah ungu dan tidak selalu sama dengan warna daging umbi. Demikian juga bentuknya sering tidak seragam (bulat, lonjong, benjol-benjol). Daging umbi biasanya mengandung serat, ada yang sedikit ada yang banyak.
Ubi jalar mempunyai potensi sebagai penyumbang zat gizi, maka penganekaragaman produk olahan ubi jalar ini perlu ditingkatkan. Tape ubi jalar merupakan salah satu alternatif penggunaan ubi jalar.
Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.
Kecap
Kecap adalah cairan yang berwarna coklat agak kental, mempunyai aroma yang sedap dan merupakan hasil fermentasi kedelai.
Menurut sejarahnya kecap berasal dari negara Cina, yang kemudian masuk ke Jepang dan beberapa negara Asia lainnya. Sekarang kecap telah banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebagai bahan penyedap masakan dan makanan.
Proses pembuatan kecap dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara fermentasi, cara hidrolisa asam, atau kombinasi keduanya tetapi yang lebih sering dan mudah dilakukan adalah dengan cara fermentasi. Pada cara fermentasi, seperti halnya pada tauco, proses pembuatan kecap juga melalui dua tahapan yaitu tahap fermentasi kapang dan fermentasi larutan garam.
1. Fermentasi Kapang
Pada tahap ini, kedelai yang sudah dibersihkan direbus, kemudian direndam semalam. Setelah direndam kedelai dicuci dan dikupas kulitnya dan kadang-kadang dilanjutkan dengan perebusan yang kedua. Kedelai kemudian dicampur dengan tepung tapioka yang telah disangrai lalu dibiarkan pada suhu ruang beberapa hari sampai ditumbuhi kapang. Pada beberapa pengrajin sering penambahan tepung ini tidak dilakukan dan kedelai yang telah bersih tadi dibiarkan pada suhu ruang sampai ditumbuhi kapang. Kemudian kedelai yang telah ditumbuhi kapang tersebut dikeringkan untuk di proses lebih lanjut. Di Korea, kedelai yang telah ditumbuhi kapang dan telah dikeringkan tersebut dikenal dengan nama Meju.
2. Fermentasi Larutan Garam
Untuk pembuatan kecap atau tauco, selanjutnya hanya merendam Meju dalam larutan garam selama beberapa bulan.
Pada pembuatan kecap tradisional di Indonesia, setelah proses penyaringan dilanjutkan dengan proses pemasakan. Pemasakan dilanjutkan sampai diperoleh produk dengan konsistensi tertentu (agak kental). Pada tahap pemasakan ini pula dilakukan penambahan bumbu-bumbu seperti daun salam, pekak, dan lain-lainnya.
Mikroba yang berperan dalam pembuatan kecap adalah kapang jenis Rhizopus sp., Aspergillus sp., atau campuran keduanya. Tetapi yang umum digunakan dalam pembuatan kecap adalah Aspergillus sp. Selain kapang, beberapa mikroba seperti khamir dan bakteri yang tahan garam juga turut berperan dalam proses fermentasi ini.
Pada prinsipnya pembuatan kecap serupa dengan pembuatan tauco, oleh karena itu perubahan-perubahan yang terjadi selama fermentasi juga serupa dengan fermentasi tauco. Komponen-komponen dari bahan akan terurai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sehingga akan lebih mudah dicerna. Keuntungan lainnya adalah terbentuknya senyawa cita rasa pada kecap, sehingga produk tersebut disukai.
Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.
Tauco
Tauco merupakan salah satu jenis produk fermentasi yang telah lama dikenal dan disukai oleh sebagian masyarakat Indonesia terutama di Jawa Barat. Karena tauco memiliki rasa dan aroma yang khas maka tauco sering digunakan pula sebagai flavoring agent.
Pada umumnya tauco dibuat secara spontan, sehingga jenis mikroba yang tumbuh akan bermacam-macam jenisnya dan keadaan yang demikian ini akan berpengaruh terhadap mutu dari tauco yang dihasilkan baik dari segi flavor maupun kandungan proteinnya.
Jenis tauco ada dua macam yaitu bentuk kering dan bentuk basah, sedangkan dari rasanya dibedakan atas yang asin dan yang manis. Perbedaannya terletak dari jumlah air dan banyaknya gula yang ditambahkan.
Bahan baku yang sering digunakan untuk membuat tauco adalah kedelai hitam atau kedelai kuning, tetapi yang sering dan umum digunakan adalah kedelai hitam. Bahan tambahan untuk pembuatan tauco adalah berbagai jenis tepung seperti tepung terigu, tapung beras atau tepung beras ketan.
Pada prinsipnya proses pembuatan tauco melalui dua tahapan fermentasi yaitu: fermentasi kapang dan fermentasi garam. Secara tradisional, kedua tahapan fermentasi tersebut dilakukan secara spontan dimana mikroba yang berperan selama fermentasi bersal dari udara sekitarnya atau dari sisa-sisa spora kapang yang tertinggal pada wadah bekas fermentasi sebelumnya.
Tahapan-tahapan yang perlu dilakukan untuk membuat tauco meliputi: perendaman, pencucian, pengukusan, penirisan, penambahan laru, fermentasi kapang, dan dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan garam (fermentasi garam) selanjutnya adalah penyempurnaan.
Tujuan dari perendaman kedelai pada tahap pertama adalah untuk memudahkan pengupasan kulit kedelai, mengembangkan biji kedelai dan untuk membantu mempercepat pengukusan atau perebusan. Perendaman kedelai biasanya dilakukan semalam atau sekitar 20 sampai 22 jam.
Berbeda dengan pembuatan tempe, pada pembuatan tauco sering ditambahkan tepung misalnya tepung beras, tepung ketan, atau tepung terigu. Adapun tujuan dari penambahan tepung ini adalah untuk:
1. Merangsang pertumbuhan kapang
2. Menambah volume produk
3. Menurunkan kadar air
4. Sumber lignin, glikosida, dan asam glutamat
Proses pembuatan tauco yang biasa dilakukan para pengrajin tauco disajikan pada Gambar 21 dan Gambar 22. Selama proses fermentasi kapang mikroba yang berperan adalah kapang dari jenis AspergillusI yaitu A. oryzae atau dari jenis R. oryzae dan R. oligosporus.
Diantara kapang-kapang tersebut yang lebih sering digunakan dalam pembuatn tauco adalah kapang A. oryzae. Penggunaan kapang yang berbeda akan berpengaruh pada mutu dari taoco yang dihasilkan. Mikroba yang aktif dalam fermentasi garam adalah Lactobacillus delbrueckii, Hansenula sp., dan Zygosaccharomyces yang dapat tumbuh secara spontan.
Selama proses fermentasi baik fermentasi kapang maupun fermentasi garam akan terjadi perubahan-perubahan baik secara fisik maupun kimiawi karena aktivitas dari mikroba tersebut.
Selama fermentasi kapang, kapang yang berperan akan memproduksi enzim seperti enzim amilase, enzim protease, dan enzim lipase. Dengan adanya kapang tersebut maka akan terjadi pemecahan komponen-komponen dari bahan tersebut.
Produksi enzim dari kapang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah waktu fermentasi atau waktu inkubasi. Bila waktunya terlalu lama maka akan terjadi pembentukan spora kapang yang berlebihan dan ini akan menyebabkan terbentuknya cita rasa yang tidak diinginkan.
Selama proses fermentasi garam, enzim-enzim hasil dari fermentasi kapang akan memecah komponen-komponen gizi dari kedelai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Protein kedelai akan diubah menjadi asam amino, sedangkan karbohidrat akan diubah menjadi senyawa organik. Senyawa-senyawa tersebut kemudian akan bereaksi dengan senyawa lainnya yang merupakan hasil dari proses fermentasi asam laktat dan alkohol. Reaksi antara asam-asam organik dan etanol (alkohol) lainnya akan menghasilkan ester-ester yang merupakan senyawa pembentuk cita rasa dan aroma. Adanya reaksi antara asam amino dengan gula akan menyebabkan terjadinya pencoklatan yang akan mempengaruhi mutu produk secara keseluruhan.
Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.
Cara Pembuatan Tempe
Pembuatan tempe dapat dilakukan dengan berbagai cara dan diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Cara Sederhana
Cara sederhana adalah cara pembuatan tempe yang biasa dilakukan oleh para pengrajin tempe di Indonesia. Kedelai setelah dilakukan sortasi (untuk memilih kedelai yang baik dan bersih) dicuci sampai bersih, kemudian direbus yang waktu perebusannya berbeda-beda tergantung dari banyaknya kedelai dan biasanya berkisar antara 60-90 menit.
Kedelai yang telah direbus tadi kemudian direndam semalam. Setelah perendaman, kulit kedelai dikupas dan dicuci sampai bersih. Untuk tahap selanjutnya kedelai dapat direbus atau dikukus lagi selama 45-60 menit, tetapi pada umumnya perebusan yang kedua ini jarang dilakukan oleh para pengrajin tempe. Kedelai setelah didinginkan dan ditiriskan diberi laru tempe, dicampur rata kemudian dibungkus dan dilakukan pemeraman selama 36-48 jam (Gambar 20)
2. Cara Baru
Pada prinsipnya cara pembuatan tempe dengan cara baru sama dengan cara yang lama atau tradisional dan perbedaannya adalah terletak pada tahap pengupasan kulit kedelai. Dimana pada cara lama (tradisional) kedelai direbus dan direndam bersama kulitnya atau masih utuh sedangkan pada cara yang baru sebelumnya kedelai telah dikupas kulitnya (kupas kering) dengan menggunakan alat pengupasan kedelai. Tahap-tahap selanjutnya sama dengan cara tradisional.
Tempe yang dibuat dengan cara baru warnanya (warna kedelai) lebih pucat bila dibandingkan dengan cara lama.ahal ini disebabkan –karena pada cara baru kedelai direbus dan direndam dalam keadaan sudah terkupas kulitnya sehingga ada zat-zat yang larut.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tempe adalah sebagai berikut:
1. Oksigen
Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu cepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu apabila digunakan kantong plastik sebagai bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong tersebut diberi lubang dengan jarak antara lubang yang satu dengan lubang lainnya sekitar 2 cm.
2. Uap air
Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini disebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk pertumbuhannya.
3. Suhu
Kapang tempe dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik, yaitu dapat tumbuh baik pada suhu ruang (25-27oC). Oleh karena itu, maka pada waktu pemeraman, suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan.
4. Keaktifan Laru
Laru yang disimpan pada suatu periode tertentu akan berkurang keaktifannya. Karena itu pada pembuatan tape sebaiknya digunakan laru yang belum terlalu lama disimpan agar dalam pembuatan tempe tidak mengalami kegagalan.
Untuk membeuat tempe dibutuhkan inokulum atau laru tempe atau ragi tempe. Laru tempe dapat dijumpai dalam berbagai bentuk misalnya bentuk tepung atau yang menempel pada daun waru dan dikenal dengan nama Usar. Laru dalam bentuk tepung dibuat dengan cara menumbuhkan spora kapang pada bahan, dikeringkan dan kemudian ditumbuk. Bahan yang akan digunakan untuk sporulasi dapat bermacam-macam seperti tepung terigu, beras, jagung, atau umbi-umbian.
Berdasarkan atas tingkat kemurniannya, inokulum atau laru tempe dapat dibedakan atas: inokulum murni tunggal, inokulum campuran, dan inokulum murni campuran. Adapun perbedaannya adalah pada jenis dan banyaknya mikroba yang terdapat dan berperan dalam laru tersebut.
Mikroba yang sering dijumpai pada laru tempe adalah kapang jenis Rhizopus oligosporus, atau kapang dari jenis R. oryzae. Sedangkan pada laru murni campuran selain kapang Rhizopus oligosporus, dapat dijumpai pula kultur murni Klebsiella.
Selain bakteri Klebsiella, ada beberapa jenis bakteri yang berperan pula dalam proses fermentasi tempe diantaranya adalah: Bacillus sp., Lactobacillus sp., Pediococcus sp., Streptococcus sp., dan beberapa genus bakteri yang memproduksi vitamin B12. Adanya bakteri Bacillus sp pada tempe merupakan kontaminan, sehingga hal ini tidak diinginkan.
Pada tempe yang berbeda aslnya sering dijumpai adanya kapang yang berbeda pula (Dwidjoseputro dan Wolf, 1970). Jenis kapang yang terdapat pada tempe Malang adalah R. oryzae., R. oligosporus., R. arrhizus dan Mucor rouxii. Kapang tempe dari daerah Surakarta adalah R. oryzaei dan R. stolonifer sedangkan pada tempe Jakarta dapat dijumpai adanya kapang Mucor javanicus., Trichosporon pullulans., A. niger dan Fusarium sp.
Masing-masing varietas dari kapang Rhizopus berbeda reaksi biokimianya, hal ini terutama disebabkan adanya perbedaan dari enzim yang dihasilkan. Pektinase hanya disintesa oleh R. arrhizus dan R. stolonifer. Sedangkan enzim amilase disintesa oleh R. oligosporus dan R. oryzae tetapi tidak disintesa oleh R. arrhizus.
Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik fisik maupun kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktivitas proteolitik kapang akan diuraikan menjadi asan-asam amino, sehingga nitrogen terlarutnya akan mengalami peningkatan. Dengan adanya peningkatan dari nitrogen terlarut maka pH juga akan mengalami peningkatan. Nilai pH untuk tempe yang baik berkisar antara 6,3 sampai 6,5. Kedelai yang telah difermentasi menjadi tempe akan lebih mudah dicerna. Selama proses fermentasi karbohidrat dan protein akan dipecah oleh kapang menjadi bagian-bagian yang lebih mudah larut, mudah dicerna dan ternyata bau langu dari kedelai juga akan hilang.
Kadar air kedelai pada saat sebelum fermentasi mempengaruhi pertumbuhan kapang. Selama proses fermentasi akan terjadi perubahan pada kadar air dimana setelah 24 jam fermentasi, kadar air kedelai akan mengalami penurunan menjadi sekitar 61% dan setelah 40 jam fermentasi akan meningkat lagi menjadi 64% (Sudarmaji dan Markakis, 1977).
Perubahan-perubahan lain yang terjadi selama fermentasi tempe adalah berkurangnya kandungan oligosakarida penyebab flatulence. Penurunan tersebut akan terus berlangsung sampai fermentasi 72 jam.
Selama fermentasi, asam amino bebas juga akan mengalami peningkatan dan peningkatannya akan mencapai jumlah terbesar pada waktu fermentasi 72 jam (Murata et al., 1967). Kandungan serat kasar dan vitamin akan meningkat pula selama fermentasi kecuali vitamin B1 atau yang lebih dikenal dengan thiamin (Shurtleff dan Aoyagi).
Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.
Tempe
Tempe merupakan salah satu produk fermentasi tradisional yang cukup terkenal di Indonesia dan merupakan sumber protein nabati yang sangat potensial.
Pada prinsipnya dalam pembuatan tempe ada beberapa tahapan yang akan dilakukan yaitu: perendaman, perembusan, pengupasan, penirisan, penambahan laru (inokulasi) dan fermentasi.
Kedelai mentah selain terasa pahit juga terasa langu (Beany flavour) sehingga tidak disukai. Hal ini disebabkan karena adanya enzim-enzim dan senyawa-senyawa seperti misalnya lipoksigenase saponin, hemaglutinin, antitripsin, dan beberapa zar lainnya. Lipoksigenase dapat menyebabkan bau tertentu dalam kedelai sedangkan anti tripsin dapat menghambat kerja enzim tripsin pada pencernaan.
Zat-zat yang dapat mengganggu kerja dari enzim tripsin dapat pula mempersukar pelepasan asam amino dari ikatan-ikatan proteinnya pada waktu pencernaan. Zat-zat tersebut, lebih dikenal dengan SBTI atau Soybean trypsin inhibitor yang dapat dihilangkan pengaruhnya dengan pemanasan.
Perendaman kedelai bertujuan untuk menimbulkan suasana asam yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang, selain itu juga bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroba-mikroba lain yang tidak diinginkan. Untuk merendam kedelai dapat digunakan air biasa atau air yang ditambah dengan asam sehingga mencapai pH antara 4-5. Asam-asam yang dapat digunakan misalnya asam cuka atau asam laktat.
Pengupasan kulit kedelai dalam pembuatan tempe juga merupakan tahapan yang sangat penting untuk memudahkan kapang dalam menembus kedelai. Untuk mengupas kulit ini, selain dengan cara sederhana yaitu dengan cara diinjak-injak dapat pula dilakukan pengupasan dengan menggunakan alat pengupasan kedelai.
Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.

Bir
Bir adalah minuman beralkohol yang dibuat secara spesifik yaitu menggunakan campuran malt dan hop serta bahan tambahan lainnya. Produk ini mengandung alkohol sekitar 3,8% dengan kisaran antara 3-7%. Menurut jenisnya dikenal dua macam bir yaitu yang berpenampakan jernih dinamakan Pisener yang mempunyai karbohidrat hanya sedikit yang dapat digunakan untuk bahan baku fermentasi.
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan bir adalah malt, yaitu biji barley atau semacam gandum (Gambar 15) yang dikecambahkan dan dikeringkan.
Apabila hendak digunakan maka harus dihilangkan bagian tunasnya. Biji barley banyak dihasilkan dari negara-negara Eropa seperti Perancis dan Belgia ataupun dari Australia.
Malt merupakan bahan baku yang banyak mengandung pati, protein, vitamin dan mineral. Bahan lainnya adalah hop atau Humulus hupulus (Gambar 16) yaitu sejenis tanaman perdu yang memiliki aroma dan rasa yang khas. Bagian tanaman yang digunakan untuk pembuatan bir adalah bagian bunga, getah dari sari tanaman tersebut, yang dikeringkan. Bahan ini akan menambah aroma dan rasa dari cairan yang dihasilkan. Minyak esensial pada hop yang digunakan untuk mempengaruhi rasa dan aroma bir adalah mircen, linalol, geraniol, humulen, dan lain sebagainya. Tanaman ini banyak mengandung tanin (pirogaol dan katekol) yang pada proses penemuan bir akan berikatan dengan protein dan harus dihilangkan karena mempengaruhi kejernihan bir. Selain itu, juga terdapat kandungan â-resin yang akan memberikan rasa pahit. Adanya rasa pahit inilah yang merupakan rasa pahit yang khas yang diinnginkan terdapat pada minuman bir. Rasa pahit ini akan timbul terutama bila hop sudah dipanaskan hingga cairannya mendidih.
Bahan yang penting dan akan menemukan mutu akhir adalah air yang digunakan. Air pada pembuatan bir harus bersifat netral dengan nilai pH 6,5-7,0 kandungan kalsium sebaiknya kurang dari 100 ppm. Begitu pula dengan kandungan magnesium karbonat. Kandungan kalsium sulfat, natrium klorida dan besi masing-masing kurang dari 250, 200, dan 1 ppm.
Mikroba yang ditambahkan sebagai starter pada fermentasi pembuatan bir adalah S. cerevisiae dari jenis khamir permukaan dan khamir terendam, selain itu juga digunakan S. carlsbergensis dari jenis khamir terendam.
Pengolahan bir diawali dengan proses malting yaitu untuk memperoleh malt yang banyak mengandung enzim pemecah pati dan protein yaitu á-amilase, â-amilase dan protease. Barley yang dikecambahkan akan menghasilkan komponen flavor dan warna yang khas.
Selanjutnya dilakukan proses mashing yaitu proses pelarutan dari malt dan malt adjuncts sehingga dapat digunakan sebagai media fermentasi seefisien mungkin. Prinsip dari proses adalah memanaskan malt dan malt adjuncts secara terpisah kemudian dilakukan pencampuran sehingga suhunya sekitar 57-77oC.
Filtrat (wort) yang dihasilkan harus dimasak dan dicampur denga hop dan bila perlu ditambahkan juga gula sebagai tambahan substrat. Wort tersebut dimasak pada suhu 100oC selama 1,5 hingga 2,5 jam. Setelah itu disaring melewati sisa-sisa hop sehingga protein dan padatan hop tertahan. Endapan yang terpisah dari substrat dicuci kembali dan penyaringan dilakukan untuk menahan padatan demikian seterusnya sehingga filtrat yang terbentuk cukup banyak. Perbandingan bahan baku dan proses selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 19.
Pada persiapan bahan dilakukan pemasakan wort, hal ini bertujuan agar terjadi reduksi mikroba. Mikroba patogen dan pembusuk diharapkan sudah dapat dimusnahkan dengan adanya pemanasan yang cukup lama. Dengan pemanasan yang cukup lama itu juga akan menyebabkan terjadinya pemekatan bahan, pemucatan, inaktivasi enzim, ekstraksi zat-zat yang dapat larut, koagulasi protein dan terbentuk karamel yang akan mempengaruhi mutu akhir produk.
Fermentasi biasanya berlangsung pada suhu dibawah 10oC penambahan starter dilakukan pada suhu 3,3-14oC. Pada saat itu pH media sekitar 5,0-5,2 pada awal fermentasi dilakukan secara anaerobik sehingga dapat dihasilkan alkohol. Fermentasi akan dibiarkan berlangsung selama 8-20 hari tergantung dari beberapa faktor seperti bahan baku, kondisi starter dan faktor lainnya yang mempengaruhi proses fermentasi. Fermentasi permukaan biasa berlangsung antara 5-7 hari sedangkan fermentasi terendam mebutuhkan waktu yang lebih lama yaitu antara 7-12 hari.
Pada akhir fermentasi akan terjadi penggumpalan dari sel-sel khamir dan akn turun kedasar wadah fermentasi. Proses ini dilanjutkan dengan proses penuaan atau aging. Aging berlangsung pada suhu 0-3oC selama beberapa minggu hingga beberapa bulan. Selama aging akan terjadi koagulasi komponen-komponen yang akan dipisahkan pada akhir proses. Komponen tersebut antara lain adalah protein, sel khamir dan resin. Pada saat ini bir akan menjadi jernih dan berbentuk aroma yang khas, karena terbentuknya ester.
Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.

Sake
Sake adalah minuman beralkohol yang berasal dari Jepang yang sudah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Selain di Jepang, dikenal pula sake di negara Cina dan Korea. Produk ini berwarna kuning pucat, jernih, dan mengandung alkohol sekitar 15-16%. Pada awal pengolahannya sake dibuat secara tradisional dalam skala industri rumah tangga dan nampak keruh karena tidak dilakukan penjernihan. Namun saat ini sake telah dibuat dengan cara yang lebih moderm sehingga dihasilkan suatu produk yang lebih baik dan merupakan komoditi bernilai ekonomis tinggi.
Bahan baku utama pembuatan sake adalah beras. Beras yang digunakan harus disosoh sehingga beras yang telah disosoh mempunyai berat sekitar 70-75% dari berat semula. Penyosohan tersebut dilakukan agar kandungan protein, lemak, dan mineral pada bahan baku tersebut berkurang karena adanya pemisahan antara grem, dedak dan bulir beras tersebut.
Seperti halnya pembuatan minuman yang sejenis, air yang akan digunakan mempunyai persyaratan tertentu yaitu tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan netral atau sedikit alkali dan kandungan besinya tidak lebih dari 0,02 ppm. Air tersebut harus bebas dari nitrat, amonia, bahan-bahan organik dan mikroba pembusuk.
Beras yang akan digunakan sebagai bahan baku harus dicuci, direndam didalam air selama lebih kurang 1-20 jam tergantung dari jenis beras yang akan digunakan. Setelah ditiriskan 4-8 jam lalu dikukus. Selama pengukusan akan terjadi perubahan pati beras yang akan membentuk ikatan á- sehingga lebih mudah terfermentasi. Selain itu, protein yang ada pada beras juga akan terdenaturasi. Pengukusan dapat dilakukan selama 30-60 menit tergantung dari jumlah dan jenis berasnya. Pada akhir pengukusan air yang ada pada bahan telah ditambah sekitar 35-40% bila dibandingkan dengan berat asalnya.
Nasi yang telah dimasak didinginkan hingga sekitar 40oC bila nasi tersebut akan digunakan sehingga bahan baku pembuatan koji dan sekitar 10-20oC bila nasi akan digunakan sebagai bahan baku dan dicampurkan dengan bahan lainnya pada proses mashing.
Setelah menjadi nasi, pada dasarnya pembuatan sake dibagi menjadi 3 bagian yaitu pembuatan koji, pembuatan moto dan moromi.
Koji merupakan komponen yang paling menentukan karena selain digunakan sebagai sumber enzim, koji juga akan mempengaruhi flavor dari produk. Pada pembuatan koji, nasi yang sudah didinginkan diinokulasi dengan A. oryzae atau A. soyae atau A. awamori. Sedangkan sake dari daratan Cina menggunakan kapang jenis Phycomycetes. Fermentasi ini dilakukan pada suhu 28-30oC selam 5-6 hari. Secara umum, semakin tinggi suhu inkubasi yang digunakan maka aktivitas enzim amilase dan protease yang dihasilkan akan semakin tinggi pula. Tentunya hal ini hingga batas suhu tertentu.
Selama 10-20 jam pertama, suhu nasi yang di inkubasi bersama-sama kapang tersebut akan meningkat karena adanya respirasi dari kapang yang tumbuh. Setelah 20 jam akan nampak pertumbuhan miselia dan pada saat ini koji harus dipindahkan pada wadah yang lebih luas permukaannya, sehingga tidak menumpuk terlalu tinggi. Peningkatan suhu dapat mencapai 38oC setelah 36 jam dan setelah 45 jam akan mencapai 40oC.
Pembuatan koji yang dilakukan secara modern dengan menggunakan alat khusus, akan menghasilkan alat koji yang berwarna putih karena pertumbuhan kapang telah dihentikan sebelum spora kapang terbentuk. Koji yang terbentuk dapat langsung ditambahkan pada bahan baku yaitu dengan perbandingan 60-100 g koji untuk 1000 kg bahan baku.
Selanjutnya dapat dipersiapkan moto yaitu starter khamir. Cara pembuatannya adalah dengan mencampurkan nasi dengan starter yang telah ada, lalu di inkubasi selama 14 hari pada tahap ini akan terjadi pertumbuhan mikroba yang dominan. Apabila fermentasi tetap dilanjutkan maka setelah tahap ini akan terjadi pertumbuhan mikroba aerobik lainnya yang berupa khamir perusak dan bakteri asam laktat.
Berbagai jenis moto yang dikenal adalah kimoto, yamahai moto, dan sokuyo moto. Pada pembuatan moto yang khas seperti sokuyo moto, ditambahkan asam laktat untuk mengasamkan media sehingga mikroba kontaminan tidak dapat tumbuh. Dengan digunakannya media yang lebih spesifik tersebut maka waktu fermentasi dapat dipersingkat menjadi hanya sekitar 7 hari. Contoh dari campuran pembuatan sokuyo moto adalah 60 kg koji, ditambah dengan 200 l air, 140 ml asam laktat 75%, dan khamir sake dengan densitas 105-106 sel per g dan 140 kg nasi. Fermentasi dilakukan pada suhu awal 112oC dan akan meningkat dan dipertahankan tidak lebih dari 18oC.
Khamir sake secara komersial dapat diperoleh dipasaran, dan apabila digunakan khamir ini maka khamir yang berupa padatan tersebut dapat langsung ditambahkan pada campuran bahan baku dengan jumlah sekitar 7% dari total nasi yang digunakan.
Setelah koji dan moto siap dapat dilakukan fermentasi utama atau pembuatan moromi. Moromi adalah campuran nasi, koji, moto, dan air. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 12oC dan suhu tetap dipertahankan tetap rendah untuk menghindari kontaminasi. Lamanya fermentasi berkisar antara 20-24 hari, selama itu alkohol dapat terbentuk yaitu pada 2 minggu pertama dengan kecepatan peningkatan alkohol rata-rata 1% per hari.
Setelah fermentasi 1 minggu maka jumlah sel akan mencapai 2,5x108 sel/g dari jumlah khamir semula yang ditambahkan yaitu sekitar 105-106 sel/g. Penambahan khamir sebaiknya dilakukan secara bertahap.
Pemberian penambahan nasi dan koji yang keempat dilakukan pada tahap akhir fermentasi yaitu pada saat kandungan etanol lebih tinggi dari pada 15% (v/v). Karena pada kandungan etanol yang telah tinggi tersebut, aktivitas khamir telah menurun, sedangkan keadaan akhir alkohol yang diinginkan dari produk ini adalah sekitar 20-22% (v/v). Fermentasi sake ini berlangsung secara anaerobik.
Suhu dari pencampuran pertama sekitar 12oC dan pada hari kedua belum ditambahkan bahan baku kembali, hal ini untuk memberi kesempatan pada khamir untuk berkembangbiak. Setelah hari kedua dan selanjutnya barulah diberi penambahan bahan baku.
Penyaringan dilakukan setelah fermentasi selesai dan dilakukan pengandapan selam 5-10 hari. Setelah disaring maka dilakukan pengendapan kembali yang lamanya berkisar antara 30-40 hari. Pasteurisari dilakukan pada akhir proses menggunakan suhu yang tidak terlampau tinggi yaitu sekitar 55-65oC sehingga aroma dan flavor yang telah terbentuk tidak hilang dan tetap dapat dipertahankan.
Proses penuaan atau aging dilakukan pada suhu 13-18oC dengan atau tanpa karbonasi. Produk ini dapat dikemas dengan atau tanpa proses pengenceran setelah dilakukan penyaringan tahap akhir.
Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.
Tape Beras Ketan dan Brem
Tape adalah produk fermentasi yang berbentuk pasta atau kompak tergantung dari jenis bahan bakunya. Tape dibuat dengan menggunakan starter yang berisi campuran mikroba. Produk ini mempunyai cita rasa dan aroma yang khas, yaitu gabungan antara rasa manis, sedikit asam, dan citarasa alkohol.
Pada dasarnya pembuatan tape dibagi menjadi 2 bagian yaitu pembuatan starter dan pembuatan tape itu sendiri. Starter untuk pembuatan tape atau yang lebih dikenal dengan nama ragi tape dapat dibuat dengan bahan baku beras atau tepung beras, dicampur dengan beberapa rempah-rempah seperti bawang putih, lada, lengkuas, dan jeruk nipis. Cara pembuatannya ialah dengan menumbuk bawang putih, bersama lada dan beras yang telah direndam dalam air selama 8 jam. Banyaknya jenis dan jumlah rempah sangat beragam. Rempah-rempah tersebut digunakan sebagai pembangkit aroma dan juga untuk menghambat mikroorganisme yang tidak diinginkan atau justru untuk menstimulir mikroorganisme yang diinginkan. Menurut penelitian yang telah dilakukan komposisi rempah yang baik dapat dilihat pada Tabel 2. Apabila digunakan tepung beras, maka sebelum dicampur rempah-rempah, tepung beras harus disangrai terlebih dahulu. Sepotong lengkuas yang akan ditambahkan ditumbuk sampai halus dan diberi air untuk mendapatkan sari lengkuas.
Pada campuran pasta beras/tepung beras tersebut ditambahkan air lengkuas dan air jeruk nipis serta air matang sehingga akan terbentuk adonan. Ragi pasar sebagai starter ditambahkan sebanyak 2 butir untuk beras 1 liter.
Selain ragi pasar yang mengandung kultur campuran, dapat juga ditambahkan suspensi isolat murni kapang dan khamir. Adonan ini harus cukup kental dan lembek, yang kemudian dicetak bulat pipih, ditempatkan pada loyang/tampah dan dibiarkan selama 2 hari untuk kemudian dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran atau dengan oven pada suhu 40oC-45oC antara 1-4 hari. Ragi yang digunakan untuk memfermentasi gula harus mengandung mikroba yang tahan terhadap kadar gula dan alkohol yang tinggi.
Pembuatan tape ketan dapat dilakukan baik untuk tape ketan hitam ataupun ketan putih. Ketan putih biasanya diwarnai dengan warna hijau untuk mendapatkan penampakan yang lebih baik. Lama fermentasi berkisar antara 2 – 4 hari. Pada hari kedua dihasilkan tape yang mempunyai rasa manis kuat dan bila dibiarkan hingga 4 hari akan terbentuk aroma yang lebih kuat. Proses fermentasi biasanya menggunakan wadah kaca (stoples) atau kantung plastik.
Tape ketan mempunya tekstur yang baik karena kadar amilopektinnya tinggi terutama pada jenis tape dari ketan pulen. Pengolahan lebih lanjut dari tape ketan adalah pembuatan sirop tape dan anggur tape. Anggur tape atau dikenal juga dengan nama lain seperti brem (Bali), Badek (Jateng), sake (Jepang) merupakan suatu produk yang telah dikenal dalam dunia pariwisata internasional. Selain itu dikenal pula brem padat yang banyak diproduksi didaerah Jawa Tengah (Boyolali, Wonogiri) dan Jawa Timur (Madiun).
Brem cair dibuat seperti halnya pembuatan tape ketan selama 4 hari fermentasi. Cairan yang keluar dipisahkan dan tape dipres untuk diambil airnya yang belum menetes. Air tape yang dihasilkan dari proses fermentasi kurang lebih 50% dari berat ketan yang diolah. Sedangkan dari perasan ketan, diperoleh juga cairan sebanyak 50%. Kedua macam cairan tersebut dinamakan brem muda dan bila diinginkan brem yang sempurna maka brem muda harus didiamkan pada suhu ruang (Aging) antara 1 hingga 6 bulan. Produk yang telah jadi mempunyai cita rasa tertentu dan bebas dari partikel koloid. Kadar alkohol pada brem mencapai 9-25%. Pada brem kadang-kadang terjadi kontaminasi dan untuk mengatasi hal itu dapat ditambahkan sulfit sebanyak 100-200 ppm yang selain berfungsi sebagai pencegah pertumbuhan mikroba juga akan berfungsi sebagai antioksidan.
Kekeruhan pada brem dapat berasal dari sisa-sisa karbohidrat, zat warna bahan dan sel-sel khamir yang mengendap. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat ditambahkan bahan-bahan penjernih seperti gelatin sebanyak 50mg/100ml brem. Penjernihan dapat pula dilakukan dengan pengendapan menggunakan sentrifuse pada suhu 5oC dengan kecepatan 12.000 rpm. Setelah itu, brem dapat dikemas dalam botol dan dipasarkan.
Brem padat dibuat dari ketan varietas Siam, Gajih, Untup dan lainnya. Brem padat seperti halnya brem cair dibuat dengan mengepres air tape hingga cairannya terpisah dari ampas. Cairan ini yang kemudian dipanaskan dan dipekatkan. Setelah itu dilakukan pembuihan dengan jalan mengaduk-aduk cairan kental tersebut selama 10-60 menit. Pencetakan dilakukan setelah bahan berbuih banyak dan bahan kemudian diangin-anginkan selama 1 malam. Keesokan harinya bahan dijemur sampai kering (+5-7 jam). Setelah kering, bahan tersebut dipotong-potong dan bahan dapat dipasarkan.
Pengolahan lanjutan tape selain meningkatkan nilai ekonomis juga akan memperpanjang umur tape, memperluas daerah pemasaran dan praktis dalam penggunaannya.
Pembuatan tape dan brem termasuk fermentasi hetero, yaitu menggunakan 2 macam biakan dari jenis mikroba yang berbeda. Pada fermentasi tape, ragi sebagai starter fermentasi dalam hal ini ragi pasar mengandung berbagai macam mikroba.
Menurut beberapa penelitian, mikroba pada ragi pasar meliputi kapang dan khamir dari berbagai jenis. Sebagai contoh terdapat Amylomyces, Mucor, Rihzophus, Aspergillus. Untuk jenis kapang Amilolitik dan untuk jenis khamir amilolitik dijumpai Endomycopsis dan untuk yang bersifat non amilolitik dijumpai khamir seperti Candida, Saccharomyces, Endomycopsis dan lain-lain.
Mikroba yang diduga paling berperanan dalam fermentasi tape adalah Amylomyces rouxii, Endomycopsis burtonii dan Saccharomyces serevisiae. Selain itu dijumpai pula bakteri asam laktat (Pediococcus) dan bakteri amilolitik (Bacillus).
Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.
Produk Fermentasi Biji-Bijian
Biji-bijian merupakan sumber karbohidrat yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam teknologi fermentasi. Contoh biji-bijian antara lain beras, gandum, kedelai, dan lain-lain.
Beras
Beras adalah hasil pengupasan dari gabah yang merupakan biji padi. Padi Oriza sativa merupakan tanaman yang banyak dijumpai di daerah Asia Tenggara, khususnya di Indonesia yang hampir dapat dijumpai di semua provinsi yang ada.
Bagian pati dan lain-lainnya yang terbanyak adalah di bagian endosperm (Gambar 9). Beras tersebut diproses dari biji padi dengan berbagai cara sehingga dikenal jenis beras pecah kulit atau juga jenis beras giling. Hal tersebut dapat menyebabkan adanya variasi dalam komposisi kimianya.
Sebagai sumber karbohidrat, beras banyak mengandung pati yang terdapat dalam bentuk granula-granula pati. Pati adalah polimer molekul-molekul glukosa dalam ikatan á-a-4-glukosida. Polimer yang lurus dikenal dengan nama amilosa sedangkan polimer yang bercabang adalah amilopektin.
Perbandingan antara amilosa dan amilopektin pada beras akan mempengaruhi jenis berasnya, karena untuk setiap jenis beras, perbandingan itu selalu bervariasi. Variasi tersebut akan mempengaruhi apakah suatu jenis beras dinamakan beras pera atau beras pulen.
Beras dengan kandungan amilosa 17-22% akan terasa pulen, sedangkan yang kadar amilosanya 25% atau lebih akan terasa pera bila dimasak dan bila didinginkan akan terasa keras. Beras dengan kadar amilosa sekitar 1% dinamakan beras ketan. Beras ketan bila dimasak maka terasa sangat pulen dan lekat. Pada pemasakannya, relatif mempunyai suhu untuk gelatinisasi yang lebih tinggi dari beras biasa.
Sebagai bahan baku fermentasi, beras digunakan untuk substrat pembuatan minuman beralkohol seperti sake, sonti, tape ketan, dan produk-produk lainnya. Beras juga dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam proses fermentasi pembuatan tauco dan kecap.
Gandum
Gandum termasuk tanaman genus Triticum dari famili Graminae. Beberapa jenis gandum yang telah dibudidayakan dan selanjutnya digunakan sebagai bahan baku industri antara lain adalah dari jenis Triticum vulgare, Triticum derum, dan Triticum compactum. Ketiga jenis gandum tersebut mempunyai karakteristik yang khas sehingga dibudidayakan untuk tujuan yang berbeda-beda pula. Jenis gandum yang akan diolah menjadi tepung terigu dan paling banyak dibudidayakan antara lain adalah jenis gandum Triticum vulgare. Gandum ini paling mudah beradaptasi dengan lingkungan pertumbuhannya seperti keadaan iklim, tanah, dan lainnya.
Gandum dari jenis Triticum derum tidak banyak dibudidayakan meskipun jenis ini mempunyai sifat-sifat yang khusus baik bila akan diolah menjadi bentuk-bentuk spageti atau makaroni.
Pada saat ini gandum banyak ditanam di daerah dengan 4 musim dan daerah sub tropik, seperti Kanada, Amerika, Eropa, dan Australia. Daerah dengan iklim tropik seperti indonesia tidak sesuai untuk pertumbuhannya, sehingga untuk mencukupi kebutuhan gandum di dalam negeri hingga saat ini masih dilakukan impor.
Berdasarkan strukturnya (Gambar 10) gandum dapat dibedakan atas bagian kulit, lembaga, dan endosperma. Pati dan lapisan aleuronnya terdapat di bagian endosperma yang merupakan bagian terbesar dari gandum yaitu sekitar 80-85%. Granula-granula pati tersebut dilingkari dengan suatu matriks protein. Kadar amilosa yang terdapat dalam terigu, yaitu biji gandum yang telah digiling adalah sebesar 25%. Komponen lain yang terdapat dalam gandum antara lain adalah asam pantotenat, vitamin B2 dan mineral-mineral tertentu.
Sifat gandum banyak ditentukan oleh protein yang dikandungnya. Berdasarkan kadar proteinnya, gandum dapat dibedakan menjadi keras (hard) dan gandum lunak (soft).
Jenis protein yang terdapat pada gandum adalah albumin, globulin, prolamin, gliadin, dan glutelin. Kadar gliadin dan glutelin sekitar 8% dan apabila kedua jenis protein ini membentuk adonan yang kuat dengan penambahan bahan air dan garam maka dinamakan protein gluten. Sifat gluten penting bagi pembentukan adonan untuk membuat roti atau kebutuhan lainnya. Karbohidrat yang terdapat dalam gandum sebagian besar adalah pati, sedangkan karbohidrat dalam bentuk gula hanya terdapat dalam jumlah sekitar 1% dan dapat dijumpai dalam bentuk dekstrosa, laevosa, maltosa, selubiosa, sukrosa, dan rafinosa.
Kedelai
Kedelai atau Glycine max (L) Merill, termasuk dalam famili Leguminosae (kacang-kacangan) mempunyai genus Olycine, sub famili Papilioneideae, ordo Polipetales dan spesies max.
Berdasarkan atas warna kulitnya, kedelai dapat dibedakan atas kedelai kuning atau kedelai putih, kedelai hitam, kedelai coklat, dan kedelai hijau. Dan yang ditanam di Indonesia adalah kedelai kuning atau putih, hitam, dan hijau. Perbedaan warna tersebut akan berpengaruh dalam penggunaan kedelai sebagai bahan pangan, misalnya untuk kecap digunakan kedelai hitam sedangkan untuk tauco digunakan kedelai putih atau kuning. Kedelai merupakan bahan pangan yang dapat digunakan sebagai sumber protein nabati yang efisien, yang artinya untuk memperoleh protein yang cukup hanya diperlukan kedelai dalam jumlah yang kecil.
Kedelai mengandung protein yang cukup tinggi, dan ditinjau dari susunan asam aminonya protein kedelai mempunyai mutu yang mendekati mutu protein hewani.
Lemak pada kedelai sebagian besar terdiri dari asam lemak tidak jenuh (85%) dan sisanya berupa asam lemak jenuh. Asam lemak tidak jenuh yang terdapat pada kedelai berupa asam linoleat, asam oleat, asam linolenat, dan asam arakidonat. Asam-asam lemak tersebut sangat dibutuhkan oleh tubuh tetapi dalam tubuh tidak dapat disintesa.
Asam lemak jenuh yang terdapat pada kedelai terdiri dari asam palmitat, stearat, arakidat, dan asam laurat. Selain itu, kedelai juga mengandung lemak dalam bentuk fosfolipida yaitu lemak yang mengandung gugusan fosfor dan natrium. Lemak-lemak tersebut adalah lesitin dan sepalin. Lesitin adalah fosfolipida yang merupakan zat pengemulsi alami yang terdapat dalam kedelai kira-kira 2%.
Kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi pada kedelai akan berpengaruh terhadap bau langu. Bau tersebut disebabkan karena adanya aktivitas enzim lipoksigenase dan enzim tersebut dapat diinaktifkan dengan beberapa cara, diantaranya adalah dengan pemanasan atau dengan perendaman.
Kedelai mengandung karbohidrat yang dapat dicerna dan tidak dapat dicerna oleh tubuh seperti selulosa, pentosa, galaktosa, stakiosa, rafinosa, sukrosa, dan hemiselulosa. Bagian yang dapat dicerna terdapat dalam jumlah kecil sedangkan yang sulit dicerna terdapat dalam jumlah banyak sehingga dalam pengolahan makanan ampas kedelai selalu dipisahkan.
Komponen-komponen lain yang terdapat dalam kedelai adalah trypsin inhibitor, hemaglutinin, dan urease. Trypsin inhibitor akan menghambat aktivitas tripsin dan aktivitas tersebut akan terhenti bila dipanaskan pada suhu tinggi. Hemaglutinin adalah suatu protein yang dapat menggumpalkan sel-sel darah merah. Kandungan hemaglutinin pada kedelai mentah adalah sekitar 3% dan aktivitasnya akan dapat terhambat dengan proses pemanasan (Winarno dan Karyadi, 1976).
Beberapa mineral yang terdapat pada kedelai antara lain adalah Fe, Na, K, Ca, P, Mg, S, Cu, Zn, Co, Mn, dan Cl. Diantara mineral-mineral tersebut yang terpenting adalah Fe karena selain jumlahnya cukup tinggi, yaitu sekitar 0,9-1,5%, Fe juga terdapat dalam bentuk yang langsung dapat digunakan untuk pembentukan hemoglobin darah.
Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.
Pikel
Pikel umumnya dibuat dari ketimun yang belum masak, dicuci bersih dan dimasukkan dalam wadah tertentu (tangki) yang berisi larutan garam. Dalam pembuatan pikel juga ditambahkan gula 1 persen, karena kadar gula ketimun rendah. Selain itu, fungsi penambahan gula adalah untuk menyediakan sumber energi bagi mikroorganisme. Larutan garam yang ditambahkan dapat berkisar dari 8% NaCl sampai 10,5% NaCl tergantung dari pembuatan dan kebutuhan untuk menekan pertumbuhan bakteri pembusuk yang mungkin ada pada ketimun. Ketimun-ketimun tersebut diletakkan di bawah permukaan larutan dan fermentasi dapat mulai berlangsung. Garam ditambahkan dengan interval satu minggu untuk mencapai kadar garam larutan akhir 16%. Fermentasi pada dasarnya adalah laktat dan memakan waktu antara 6-9 minggu tergantung pada penambahan garam dan suhu. Bakteri berbentuk batang, gram negatif yang tidak diinginkan biasanya tumbuh lebih dahulu (pseudomonas), tetapi mikroorganisme ini segera dikalahkan oleh Leuconostoc mesenteroides, Streptococcus faecalis dan Pediococcus cerevisiae. Selanjutnya jenis Lactobacillus plantarum yang lebih tahan terhadap asam dan garam akan tumbuh dan berperan menyelesaikan proses fermentasi (jumlah total asam tertitrasi adalah 0,60-0,80%). Khamir kadang-kadang tumbuh baik pada permukaan atau di dalam larutan yang mengakibatkan pembusukan dengan merusak asam laktat yang dihasilkan bakteri. Variasi dari bagian produksi dasar ini termasuk penambahan bumbu-bumbu dan campuran rempah-rempah ke dalam larutan garam untuk memberi pikel yang renyah (dill pickles).
Pikel sayuran lainnya termasuk lobak, radish, chard, blumkol (cauli-flower), brussel sprouts, lettuce, tomat, ercis, dan buncis. Dalam pembuatan pikel ini digunakan penggaraman awal, kemudian diikuti oleh fermentasi asam laktat yang dimulai oleh Leuconostoc mesenteroides dan diselesaikan oleh bakteri asam laktat lainnya seperti Lactobacillus brevis dan Lactobacillus plantarum.
Tahapan pelaksanaan pembuatan pikel :
Tahap 1. Ketimun dicuci
Tahap 2. Ketimun diatur di dalam wadah
Tahap 3. Larutan garam+gula+cuka dimasukkan sampai ketimun terendam,diberi pemberat dan ditutup rapat
Tahap 4. Selama fermentasi mikoderma harus dikeluarkan setiap hari
Tahap 5. Setelah 3 minggu fermentasi pikel dikeluarkan dari larutan
Tahap 6. Pikel dimasukkan ke dalam botol dan disterilkan
Tahap 7. Pikel ketimun

Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.
Sauerkraut
Sauerkraut pada dasarnya adalah kubis asam. Kubis dibersihkan dari bagian yang hijau, rusak atau yang kotor, dicuci dan kemudian diiris kecil-kecil selebar + 1 mm. Bagian tengah (core) kubis dapat dibuang atau dibiarkan sebelum pemotongan kecil-kecil. Irisan kubis ini kemudian dimasukkan ke dalam tempat atau tangki yang selanjutnya ditambahkan 2,25% garam dan diaduk serata mungkin. Cairan akan diserap keluar dari irisan-irisan kubis segera sesudah garam ditambahkan, dan larutan garam mulai terbentuk yang dapat menutupi irisan-irisan kubis. Tangki kemudian ditutup dengan lembaran plastik yang cukup lebar untuk menutupi juga bagian tepi dari tong. Air dimasukkan kedalam lembaran ini yang berfungsi sebagai pemberat dan penutup yang efektif. Berat dari pada air pada penutup menyebabkan irisan kubis terendam. Tidak tercelupnya kubis dalam larutan garam selama fermentasi mengakibatkan pertumbuhan khamir dan kapang pada permukaan yang menimbulkan flavor yang tidak diinginkan yang dapat masuk ke dalam seluruh sauerkraut menghasilkan produk yang lunak dan berwarna gelap.
Garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan sayuran. Zat-zat gizi tersebut melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat yang telah terdapat di permukaan daun-daun kubis. Garam bersama dengan asam yang dihasilkan oleh fermentasi menghambat pertumbuhan dari organisme yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan kubis yang disebabkan oleh kerja enzim. Kadar garam yang cukup memungkinkan pertumbuhan serangkaian bakteri asam laktat dalam urutannya yang alamiah dan menghasilkan sauerkraut dengan imbangan garam-garam yang tepat. Jumlah garam yang kurang bukan hanya dapat mengakibatkan pelunakan jaringan, tetapi juga kurang menghasilkan flavor. Terlalu banyak garam menunda fermentasi alamiah dan menyebabkan warna menjadi gelap dan memungkinkan pertumbuhan khamir.
Adapun tahapan pelaksanaannya :
Tahap 1. Kubis dibelah
Tahap 2. Kubis diiris Tipis
Tahap 3. Diberi garam kasar
Tahap 4. Irisan kubis diaduk dengan garam
Tahap 5. Irisan Kubis dimasukkan ke dalam wadah
Tahap 6. Bagian atas diberi pemberat, ditutup dan difermentasi
Irisan-irisan kubis yang telah menjadi sauerkraut diangkat dan dipisahkan dari larutan garamnya. Sauerkraut yang diperoleh dapat dikonsumsi langsung, diolah lebih lanjut sebagai bahan pencampur asinan buah. Jika ingin disimpan lama dikalengkan/dibotolkan dengan menggunakan larutan garam perendam konsentrasi 1,5%. Sauerkraut dalam kaleng/botol perlu disterilkan pada air mendidih selama 30 menit.
Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Oleh : Debby Sumanti, Ir., MS.

Tuesday, January 22

reproduksi

Pembentukan Gamet BetinaBiologi Kelas 2 > Sistem Reproduksi > Reproduksi Generatif Pada Angiospermae
Gamet betina dibentuk di dalam bakal biji (ovule) atau kantung lembaga. Pada bagian ini terdapat sel induk megaspora (sel induk kantug lembaga) yang diploid. Sel ini akan membelah secara meiosis dan dari satu sel induk kantung lembaga membentuk 4 sel yang haploid. Tiga sel akan mereduksi dan lenyap tinggal satu yang berkembang. Selanjutnya, sel ini membelah secara mitosis 3 kali dan terbentuklah 8 sel. Dari sel yang berjumlah 8 ini, 3 sel akan bergerak menuju arah yang berlawanan dengan mikropil, 2 sel lainnya menjadi kandung tembaga sekunder, dan 3 sel terakhir menuju ke dekat mikropil. Dari 3 sel (yang menuju dekat mikropil) yang terakhir ini dua menjadi sinergid dan satu sel lagi menjadi sel telur. Dalam keadaan seperti ini kandung lembaga sudah masak dan siap untuk dibuahi. Putik yang sudah masak biasanya mengeluarkan cairan lengket pada ujungnya yang berfungsi sebagai tempat melekatnya serbuk sari.
Penyerbukan Dan PembuahanBiologi Kelas 2 > Sistem Reproduksi > Reproduksi Generatif Pada Angiospermae
Penyerbukan dapat terjadi dengan berbagai perantara :
a.
Perantara angin disebut anemogami, dapat terjadi bila butir serbuknya amat ringan, kecil dan kering.Contoh : pada pinus, damar, rumput-rumputan.
b.
Perantara air disebut hidrogami.Contoh : pada tanaman air.
c.
Perantara hewan disebut zoogami.Bila serangga Þ entomogamiburung Þ ornitogamisiput Þ malakogamikelelawar Þ kiroptorogami
d.
Perantara manusia disebut antropogami.Contoh : penyerbukan vanilli di Indonesia.
Menurut asal serbuk sari, penyerbukan dibedakan menjadi 4 :
a.
Autogami (penyerbukan sendiri)Serbuk sarinya berasal dari satu bunga yang sama. Bila terjadi pada saat bunga belum mekar disebut kleistogami.
b.
Geitonogami (penyerbukan tetangga)Bila serbuk sari berasal dari bunga lain yang berada dalam satu pohon (satu individu).
c.
Alogami (penyerbukan silang)Bila serbuk sari berasal dari bunga pohon lain yang masih satu spesies.
Kadang-kadang terjadi kegagalan penyerbukan dan pada beberapa jenis tumbuhan tidak mungkin terjadi autogami. Penyebabnya adalah sebagai berikut :
a. Dikogami
:
Bila waktu masaknya putik dan serbuk sari tidak bersamaan, hal ini disebabkan karena:1. Serbuk sari masak lebih dahulu daripada putiknya ....(protandri).....Contoh : seledri, bawang Bombay, jagung 2. Putik masak lebih dahulu daripada serbuk sari ....(protogini).
b. Didesious
:
Bila pada satu spesies, alat kelamin jantan dan betinanya terpisahContoh : salak dan melinjo (Gnetum Arremon)
c. Heterostili
:
Bila panjang antara tangkai benang sari dan tangkai putik tidak sama dan berbeda jauh.Contoh : kopi, kina dan kaca piring.
d. Herkogami
:
Bila bentuk bunga tidak memungkinkan serbuk sari jatuh ke kepala putik.Contoh : vanili

Proses Penyerbukan dan Pembuahan
Butir serbuk/serbuk sari Þ menempel pada kepala putik Þ membentuk buluh serbuk (2 inti, inti vegetatif dan inti generatif) berjalan ke arah mikropil (pintu kandung lembaga) Þ inti generatif membelah Þ 2 inti sperma Þ sampai di mikropil, inti vegetatif mati Þ satu inti sperma membuahi sel telur Þ embrio. Satu inti sperma lain membuahi inti kandung lembaga Þ endosperma (makanan cadangan bagi embrio).
Karena pembuahannya berlangsung dua kali maka pembuahan pada Angiospermae disebut pembuahan ganda.
Embrio pada tumbuhan berbiji tertentu dapat terbentuk karena beberapa sebab. yaitu :
1.
Melalui peleburan sperma dan ovum (amfimiksis)
2.
Tidak melalui peleburan sperma dan ovum (apomiksis), yang dapat dibedakan atas:
a. Apogami
:
embrio yang terbentuk berasal dari kandung lembaga. Misalnya : dari sinergid dan antipoda.
b.Partenogenesis
:
embrio terbentuk dari sel telur yang tidak dibuahi.
c. Embrio adventif
:
merupakan embrio yang terbentuk dari sel nuselus, yaitu bagian selain kandung lembaga.

Apomiksis dan amfimiksis dapat terjadi bersamaan, maka akan terbentuk lebih dari satu embrio dalam satu biji, disebut poliembrioni. Peristiwa ini sering dijumpai pada nangka, jeruk dan mangga.

Pada vertebrata yang hidup di air melakukan fertilisasi di luar tubuh (fertilisasi eksternal). Contoh : ikan dan katak.Yang hidup di darat melakukan pembuahan di dalam tubuh (fertilisasi internal).
Pada mammalia jantan, alat kelaminnya disebut penis pada reptil seperti cecak dan kadal menggunakan hemipenis (penis palsu), sedang pada bangsa burung misalnya : bebek, untuk menyalurkan sperma menggunakan ujung kloaka.
Pada hewan yang melakukan fertilisasi internal dikenal adanya 3 macam perkembangan embrio
1. Ovipar/bertelur :....Bila embrio berkembang di dalam telur.....Misalnya : pada jenis-jenis burung dan ikan.
2. Ovovivipar/bertelur dan beranak :....Bila embrio berkembang di dalam telur yang diinkubasi dalam tubuh ....dengan sumber nutrisi berasal dari telur.....Misalnya : pada beberapa jenis ikan hiu.
3. Vivipar/beranak :....Bila embrio tumbuh dan berkembang di dalam uterus dan mendapat ....nutrisi dari induknya melalui plasenya. ....Misalnya : pada beberapa jenis mammalia.
Pada umumnya mammalia melahirkan anaknya (vivipar) dan kemudian menyusui anaknya sampai anaknya mandiri. Beberapa perkecualian, misalnya : pada hewan paruh bebek (Platypus), bertelur, setelah menetas anaknya baru disusui. Pada hewan berkantung (Marsupialia), contoh : kanguru, anaknya lahir muda (amat prematur) kemudian merayap masuk, kantung induknya, mencari putting susu, kemudian menyusu dalam kantung sampai mandiri.
1.
Alat Reproduksi Mammalia JantanContoh : pada manusia.Yang berkaitan dengan produksi sperma terdiri dari sepasang kelenjar kelamin yang disebut testis yang disimpan dalam kantung disebut skrotum/kantung pelir. Di dalam testis terdapat saluransaluran halus yang disebut tubulus seminiferus yang merupakan tempat pembentukan spermatozoa. Untuk keluar tubuh spermatozoa melewati saluran epididimis. Saluran ini kemudian melebar menjadi vas deferens yang bermuara pada uretra. Palo pertemuan uretra dengan vas deferens terdapat kelenjar prostat dan di sebelah belakangnya terdapat kelenjar cowper. Kedua kelenjar tersebut berfungsi menghasilkan sekret untuk memberi nutrisi dan mempermudah gerakan spermatozoa.
2.
Alat Reproduksi Mammalia BetinaContoh : pada manusia.Pada manusia terdapat sepasang kelenjar kelamin yaitu ovarium yang berfungsi menghasilkan sel telur. Dalam ovarium terdapat folikel Grad yang akan berkembang menjadi sel telur (ovum). Ovarium dihubungkan dengan uterus (rahim) oleh suatu saluran yang disebut tabung fallopii (Tuba fallopii). Uterus merupakan saluran berongga yang lebih besar dengan bagian ujungnya bersatu membentuk saluran sempit yaitu vagina.
Reproduksi ManusiaBiologi Kelas 2 > Sistem Reproduksi
103
Reproduksi ManusiaAlat Reproduksi pada pria maupun wanita pada dasarnya sama dengan alat reproduksi pada mamalia lain. Pria menghasilkan gamet jantan atau spermatozoa yang berukuran sangat kecil dan berbentuk menyerupai berudu, sedangkan wanita menghasilkan sel telur (ovum) yang dibentuk di dalam ovarium.
Pembentukan Gamet JantanBiologi Kelas 2 > Sistem Reproduksi > Reproduksi Manusia
104

Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis. Pada tubulus seminiferus testis terdapat sel-sel induk spermatozoa atau spermatogonium, sel Sertoli yang berfungsi memberi makan spermatozoa juga sel Leydig yang terdapat di antara tubulus seminiferus yang berfungsi menghasilkan testosteron. Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon.
Kelenjar hipofisis menghasilkan hormon perangsang folikel (Folicle Stimulating Hormone/FSH) dan hormon lutein (Luteinizing Hormone/LH).
LH merangsang sel Leydig untuk menghasilkan hormon testosteron. Pada masa pubertas, androgen/testosteron memacu tumbuhnya sifat kelamin sekunder.
FSH merangsang sel Sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) yang akan memacu spermatogonium untuk memulai proses spermatogenesis. Proses pemasakan spermatosit menjadi spermatozoa disebut spermiogenesis. Spermiogenesis terjadi di dalam epididimis dan membutuhkan waktu selama 2 hari.
Proses Spermatogenesis :
Spermatogonium berkembang menjadi sel spermatosit primer.Sel spermatosit primer bermiosis menghasilkan spermatosit sekunder, spermatosit sekunder membelah lagi menghasilkan spermatid, spermatid berdiferensiasi menjadi spermatozoa masak. Bila spermatogenesis sudah selesai, maka ABP testosteron (Androgen Binding Protein Testosteron) tidak diperlukan lagi, sel sertoli akan menghasilkan hormon inhibin untuk memberi umpan balik kepada hipofisis agar menghentikan sekresi FSH dan LH.
Spermatozoa akan keluar melalui uretra bersama-sama dengan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar vesikula seminalis, kelenjar prostat dan kelenjar cowper. Spermatozoa bersama cairan dari kelenjar-kelenjar tersebut dikenal sebagai semen atau air mani. Pada waktu ejakulasi, seorang laki-laki dapat mengeluarkan 300 - 400 juta sel spermatozoa.

MATERI IPA SMP KELAS 9